Berita Terkini
Demam Dracin Makin Parah! Warga Asia Tenggara Kecanduan Drama China hingga Tak Bisa Lepas
/index.php
Bisnis | Ekonomi - Diposting pada 15 September 2025 Waktu baca 5 menit
Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sedang menghadapi tekanan yang cukup berat. Pemerintah berupaya memberikan dorongan melalui pemindahan dana sebesar Rp200 triliun dari rekening Bank Indonesia ke bank-bank Himbara, yang diharapkan bisa menjadi stimulus baru.
Seperti diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyalurkan dana Rp200 triliun kepada lima bank, yang sebelumnya mengendap di Bank Indonesia (BI).
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan bahwa penyaluran dana tersebut sudah dimulai pada Jumat (12/9). Lima bank penerima adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk.
Dari total dana, BRI, Bank Mandiri, dan BNI masing-masing memperoleh Rp55 triliun, sementara BTN mendapat Rp25 triliun dan BSI Rp10 triliun dalam bentuk deposito on call.
Kebijakan ini merujuk pada Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025 tentang Penempatan Uang Negara dalam rangka pengelolaan kas untuk mendukung program pemerintah serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
Purbaya menegaskan bahwa dana tersebut tidak boleh digunakan untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN), melainkan wajib diarahkan untuk mendukung sektor riil. Karena itu, kelima bank penerima diwajibkan melaporkan pemanfaatannya setiap bulan.
UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional diharapkan bisa merasakan manfaat dari kebijakan ini. Jika dana pemerintah yang ditempatkan di bank Himbara segera disalurkan ke sektor riil, daya beli masyarakat bisa meningkat, dan UMKM memperoleh dampaknya. Sebagian dana juga ditargetkan masuk ke pembiayaan kredit UMKM.
Namun, perlambatan penyaluran kredit bank terhadap UMKM ditambah melemahnya daya beli masyarakat membuat sektor ini kian mengkhawatirkan. Data Bank Indonesia per Juli 2025 menunjukkan kredit UMKM hanya tumbuh 1,6% (yoy) dengan nilai Rp1.397,4 triliun, lebih rendah dari Juni 2025 yang tumbuh 2,0% (Rp1.404,0 triliun).
Pertumbuhan tersebut menjadi yang terendah sejak Mei 2021, saat UMKM hanya mencatat kenaikan 0,5% di tengah pandemi Covid-19. Padahal, setelah pemulihan pasca-pandemi, pertumbuhan sempat melonjak hingga 18% pada pertengahan 2022. Sejak 2023 tren pertumbuhan melambat, hanya 7–9%, lalu turun ke 3,0% pada akhir 2024, hingga anjlok menjadi 1,6% pada Juli 2025.
Bahkan, angka ini lebih buruk dibanding awal pandemi ketika kredit UMKM masih mampu bangkit kembali ke zona positif. Kondisi ini menandakan adanya pergeseran dari tren pertumbuhan kuat menuju perlambatan tajam.
Secara skala, segmen usaha mikro masih mendominasi kredit UMKM. Pada Juli 2025, kredit usaha mikro tercatat Rp617,3 triliun, turun 3,1% yoy, lebih dalam dibanding kontraksi 2,5% pada Juni. Penurunan tajam ini memang menjadi faktor utama perlambatan.
Pada Januari 2024, kredit usaha mikro masih tumbuh 24,5% yoy, namun sejak April 2024 hanya naik 0,8%, lalu masuk zona kontraksi pada Januari 2025. Artinya, yang dulu menjadi motor pertumbuhan UMKM kini justru menjadi faktor penekan utama.
Bank Indonesia dalam Kajian Stabilitas Keuangan Agustus 2025 menilai perlambatan ini terjadi karena kehati-hatian bank menyalurkan kredit, khususnya di segmen mikro. Salah satu penyebabnya adalah meningkatnya rasio kredit bermasalah (NPL) UMKM yang naik menjadi 4,41% pada Semester I 2025, dibanding 4,04% pada periode yang sama 2024.
Selain itu, melemahnya daya beli kelompok berpendapatan rendah juga membuat banyak UMKM kesulitan membayar utang. Terbatasnya arus kas memperbesar risiko kredit, sehingga bank lebih selektif.
Di sisi lain, terdapat funding gap antara kebutuhan modal UMKM dan realisasi kredit. Permintaan pembiayaan masih tinggi, terutama Rp50–100 juta, tetapi bank lebih banyak menyalurkan ke UMKM skala kecil yang dianggap lebih stabil dan fleksibel dibanding segmen mikro.
UMKM merupakan sektor vital yang menyumbang lebih dari 60% PDB dan menyerap mayoritas tenaga kerja. Saat krisis 1998 maupun pandemi Covid-19 2020, UMKM terbukti mampu menopang ekonomi.
Namun kini, kondisi lebih berat karena keterbatasan akses modal. Pemerintah sebelumnya berhasil menyelamatkan UMKM lewat program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada 2021 dengan anggaran Rp162,40 triliun, meliputi subsidi bunga, bantuan langsung, penempatan dana, dan penjaminan kredit. Program tersebut terbukti menjaga konsumsi rumah tangga tetap positif serta menyelamatkan jutaan lapangan kerja.
Melihat kondisi UMKM sekarang, pemerintah dipandang perlu kembali mengambil langkah serupa. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berencana mengalihkan Rp200 triliun dana Kemenkeu dari BI ke bank Himbara. Skema ini diharapkan memperluas ruang likuiditas perbankan untuk menyalurkan kredit produktif ke UMKM. Bila terealisasi, kebijakan ini bisa menjadi suntikan segar bagi jutaan pelaku UMKM yang tengah kesulitan mendapatkan modal.
Sumber: cnbcindonesia.com
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital
DISCLAIMER
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.