Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menutup perdagangan akhir pekan ini dengan penguatan. Namun secara keseluruhan dalam sepekan, mata uang Indonesia masih mencatatkan pelemahan.

 

Pada Jumat (14/11/2025), kurs US$ 1 berada di level Rp 16.704 pada penutupan perdagangan spot. Rupiah tercatat menguat 0,13% dibandingkan posisi sehari sebelumnya.

 

Meski begitu, sepanjang pekan ini rupiah tetap mengalami depresiasi sebesar 0,15%. Rupiah, bersama yen Jepang, rupee India, dan baht Thailand, termasuk mata uang Asia yang kesulitan menahan dominasi dolar AS.

 

Tekanan arus modal keluar diduga menjadi faktor utama merosotnya nilai rupiah. Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa pada periode 10–13 November terjadi aksi jual bersih (net sell) oleh investor asing sebesar Rp 3,79 triliun.

 

Jumlah tersebut terdiri dari net sell di Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 6,33 triliun dan di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp 1,39 triliun. Sementara itu, di pasar saham tercatat masih ada beli bersih (net buy) sebesar Rp 3,92 triliun.

 

Menurut Bloomberg News, pasar SBN terus menghadapi tekanan jual. Sepanjang tahun ini, posisi beli bersih investor asing di SBN hanya tersisa US$ 25 juta.

 

Kunal Kundu, Kepala Ekonom Societe Generale SA untuk kawasan India dan Indonesia, menjelaskan bahwa investor masih menaruh kekhawatiran terhadap arah kebijakan fiskal. Disiplin fiskal yang selama ini menjadi pijakan utama dinilai berpotensi tergerus oleh kebijakan populis.

 

“Jika Anda mencermati program-program pemerintah, terlihat adanya peningkatan belanja negara di saat pertumbuhan ekonomi masih lemah,” ujar Kundu, dikutip dari Bloomberg News.