Berita Terkini
Demam Dracin Makin Parah! Warga Asia Tenggara Kecanduan Drama China hingga Tak Bisa Lepas
/index.php
Berita Terkini - Diposting pada 12 September 2025 Waktu baca 5 menit
Citra Singapura sebagai tujuan aman bagi keluarga kaya asal China kini mulai memudar. Kondisi ini membalik tren masuknya arus kekayaan yang sebelumnya terjadi, bahkan sempat membuat pusat keuangan lain seperti Hong Kong dan Jepang kehilangan daya tarik.
Menurut CNBC.com, minat orang kaya asal China terhadap Singapura meningkat pesat sejak 2019, ketika Hong Kong diguncang gelombang protes pro-demokrasi. Situasi ini semakin memburuk setelah Beijing memperketat kendali dengan menerapkan Undang-Undang Keamanan Nasional pada tahun berikutnya, yang mendorong banyak keluarga kaya asal China menjauh dari pengaruh politik pemerintah pusat.
Faktor stabilitas politik, sistem hukum yang independen, rezim family office yang mendukung, serta penggunaan bahasa Mandarin, membuat Singapura semakin menarik bagi kalangan superkaya. Namun, kasus pencucian uang senilai SG$3 miliar pada 2023—dikenal sebagai “kasus Fujian”—mendorong otoritas memperketat aturan dan menyeleksi ulang para klien kaya.
“Ketika kasus Fujian mencuat, banyak orang kaya asal China langsung hengkang. Hampir seluruhnya pindah ke Hong Kong, Timur Tengah, atau Jepang,” ungkap Ryan Lin, Direktur Bayfront Law di Singapura.
Lin mencatat bahwa jumlah pengajuan family office dari klien asal China kini turun 50% dibandingkan dengan 2022. Hal ini disebabkan meningkatnya pemeriksaan latar belakang dan regulasi baru yang lebih ketat.
Otoritas Moneter Singapura (MAS) pun memperketat aturan di sektor aset kripto. Mulai 2025, semua platform yang menawarkan produk kripto hingga saham tokenisasi ke luar negeri wajib mengantongi lisensi, dengan ketentuan modal minimum SG$250 ribu serta kepatuhan terhadap regulasi anti pencucian uang (AML) dan manajemen risiko teknologi.
“Aturan baru itu membuat pelaku kripto angkat kaki. Hampir semua klien kami di sektor ini sudah keluar,” kata Lin.
MAS menegaskan bahwa skandal pencucian uang tidak mengubah standar regulasi mereka. “Singapura tetap menyambut kekayaan yang sah, dan kami bekerja sama dengan lembaga keuangan untuk memastikan praktik yang sehat, efisien, dan efektif,” kata juru bicara MAS.
Menurut Iris Xu, pendiri Jenga—penyedia jasa korporasi bagi klien asal China—efek domino dari kasus Fujian serta kegagalan besar seperti Three Arrows Capital dan FTX telah memicu langkah pembersihan agresif oleh pihak perbankan. Bank melakukan pemeriksaan ulang, menutup rekening, bahkan menolak aplikasi family office, yang membuat klien merasa kehilangan akses finansial.
“Situasi ini menghancurkan kesabaran sekaligus kepercayaan klien,” ujar Xu. “Kalau mereka tidak bisa membuka rekening, bagaimana mereka bisa menjalankan bisnis? Pada akhirnya, dana dipindahkan ke Jepang, Hong Kong, atau Dubai.”
Kendala juga muncul di sektor imigrasi. Pemohon permanent residence maupun family office kini harus melalui pemeriksaan mendetail, termasuk mengungkap informasi keluarga yang dinilai terlalu menyusup ke ranah pribadi.
“Dari sudut pandang mereka, muncul pertanyaan: Apakah saya harus mendeklarasikan anak di luar nikah hanya untuk bisa mengelola kekayaan di Singapura?” tambah Lin.
Berdasarkan data Henley & Partners, arus masuk orang kaya ke Singapura diperkirakan merosot tajam pada 2025. Hanya sekitar 1.600 jutawan yang masuk, jauh lebih rendah dibanding 3.500 orang pada 2024.
Carman Chan, pendiri Click Ventures, juga melihat adanya pergeseran tren tersebut. Ia menilai banyak family office yang sebelumnya beroperasi di Singapura kini memilih kembali ke Hong Kong.
Chan menyoroti kewajiban perekrutan tenaga lokal serta lamanya proses Know Your Customer (KYC) sebagai kendala besar. Family office dengan hanya dua pegawai pun diwajibkan merekrut setidaknya satu tenaga kerja lokal, yang sering kali sulit dipenuhi.
“Kalau tenaga kerja lokal tidak tersedia, itu jadi hambatan. Anda tidak bisa serta-merta membawa staf dari luar negeri ke Singapura,” jelas Chan.
Dengan aturan ketat dan proses KYC yang dapat memakan waktu lebih dari satu tahun, banyak investor kini mencari alternatif. Dubai dan Hong Kong dinilai menawarkan proses yang lebih cepat serta fleksibel, sehingga menjadi tujuan baru bagi keluarga kaya asal China.
Sumber: cnbcindonesia.com
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital
DISCLAIMER
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.