Berita Terkini
Demam Dracin Makin Parah! Warga Asia Tenggara Kecanduan Drama China hingga Tak Bisa Lepas
/index.php
Bisnis | Ekonomi - Diposting pada 22 October 2025 Waktu baca 5 menit
Operator stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta diperkirakan menanggung kerugian lebih dari Rp1 triliun akibat tidak dapat menjual bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin sejak akhir Agustus 2025.
Manajer Riset Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Badiul Hadi, menjelaskan bahwa kerugian tersebut timbul akibat hilangnya pendapatan dari penjualan harian BBM serta tetapnya biaya operasional yang harus ditanggung meskipun perusahaan tidak memperoleh pemasukan setiap hari.
Ia menuturkan, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2024, terdapat 2.314 SPBU swasta dari total 15.917 SPBU di seluruh Indonesia.
Jika dihitung, kekosongan pasokan bensin sejak akhir Agustus hingga 20 Oktober 2025 berpotensi menyebabkan hilangnya pendapatan badan usaha (BU) hilir migas swasta sekitar Rp690 miliar.
“Bila memasukkan komponen biaya tetap yang tetap berjalan meski tanpa pemasukan, total kerugian riilnya kemungkinan jauh lebih besar, bahkan bisa menembus angka lebih dari Rp1 triliun,” ujar Badiul saat dihubungi pada Rabu (22/10/2025).
Badiul memaparkan perhitungan konservatif dengan asumsi penjualan harian sebesar 7.500 liter dan margin keuntungan Rp500 per liter. Dalam kondisi tersebut, setiap SPBU swasta berpotensi kehilangan sekitar Rp187 juta selama periode akhir Agustus hingga 20 Oktober 2025.
Secara nasional, total kerugian minimal diprediksi mencapai sekitar Rp430 miliar.
Pada skenario menengah, kerugiannya berpotensi lebih besar. Dengan asumsi volume penjualan 10.000 liter per hari dan margin Rp600 per liter, potensi kehilangan pendapatan bisa mencapai Rp300 juta per SPBU, atau sekitar Rp690 miliar secara nasional.
“Angka tersebut baru mencerminkan hilangnya margin dari penjualan BBM saja,” tegasnya.
Sementara itu, data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa pangsa pasar BBM nonsubsidi selain milik Pertamina meningkat dari 11% pada 2024 menjadi 15% dalam tujuh bulan pertama 2025.
Menurut Badiul, kenaikan empat poin persentase tersebut setara dengan tambahan permintaan sekitar 1,18 miliar liter per tahun, atau sekitar 162 juta liter hanya dalam dua bulan.
“Data ini memperlihatkan besarnya potensi ekonomi yang hilang akibat terganggunya pasokan. Situasi ini ironis karena terjadi di tengah tren positif meningkatnya peran sektor swasta dalam pasar BBM nonsubsidi. Bila kondisi ini berlanjut, kerugian bukan hanya dirasakan oleh pelaku usaha, tetapi juga konsumen yang kehilangan pilihan harga dan layanan,” ujarnya.
Kekosongan pasokan bensin yang dialami operator SPBU swasta telah ditanggapi dengan berbagai langkah penyesuaian.
BP-AKR, misalnya, menyatakan bahwa pihaknya mengambil sikap wait and see atau menunggu perkembangan situasi pasar SPBU di Indonesia sebelum melanjutkan rencana ekspansi bisnis, karena perusahaan mengalami kekosongan pasokan untuk beberapa jenis BBM sejak akhir Agustus.
Presiden Direktur BP-AKR, Vanda Laura, menjelaskan bahwa sebelumnya perusahaan menargetkan pembukaan lebih dari 10 SPBU baru tahun ini. Ia juga memastikan beberapa di antaranya sudah selesai dibangun, namun belum diresmikan.
Menurutnya, jika SPBU tersebut dibuka saat ini, perusahaan justru akan dirugikan karena BP-AKR hanya bisa menjual BBM jenis solar atau diesel, sementara bensin RON 92 dan RON 95 masih belum tersedia.
“Untuk saat ini kami memang masih memantau kondisi pasar. Kalau SPBU dibuka sementara barangnya belum ada, tentu akan merugikan. Hal itu juga sudah kami sampaikan,” ujar Vanda seusai rapat dengan perusahaan SPBU dan pemerintah di Kementerian ESDM, Rabu (10/9/2025).
Sementara itu, Shell Indonesia menegaskan bahwa mereka telah melakukan penyesuaian operasional di jaringan SPBU selama jenis bensin tertentu belum tersedia secara lengkap.
Ingrid Siburian, President Director & Managing Director Mobility Shell Indonesia, menyebutkan bahwa perusahaan juga menyesuaikan jam operasional serta jumlah personel yang bertugas melayani pelanggan.
“Terkait dengan informasi di media sosial yang menyebutkan bahwa sejumlah karyawan SPBU Shell dirumahkan akibat kelangkaan bensin di beberapa lokasi, kami menegaskan bahwa penyesuaian operasional memang dilakukan selama pasokan BBM belum lengkap,” jelas Ingrid dalam keterangan tertulis pada Selasa (16/9/2025).
Ia juga membantah bahwa perusahaan menutup sebagian SPBU akibat kekurangan pasokan. Menurutnya, video di media sosial yang memperlihatkan SPBU Shell tutup pada malam hari terjadi karena penyesuaian jam operasional.
“SPBU Shell tetap melayani pelanggan dengan produk BBM yang tersedia serta layanan lain seperti Shell Select, Shell Recharge, bengkel, dan pelumas Shell,” tambah Ingrid.
Penyelesaian polemik kelangkaan BBM di SPBU swasta sempat ditargetkan tuntas pada akhir Oktober 2025, melalui perjanjian jual beli BBM dasar (base fuel) antara PT Pertamina Patra Niaga (PPN) dan badan usaha hilir migas swasta.
Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, menyatakan bahwa kesepakatan tersebut seharusnya tercapai pada Jumat (17/10/2025). Namun hingga kini, target tersebut belum terealisasi.
Roberth Dumatubun, Pj Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, menjelaskan bahwa pembahasan mengenai jual beli BBM dasar masih berlangsung dan difokuskan pada aspek teknis seperti spesifikasi BBM dan skema komersial yang akan disepakati.
Dengan demikian, belum ada keputusan final dari pertemuan lanjutan antara Pertamina Patra Niaga dan para operator SPBU swasta. “Kalau mereka sudah setuju, baru prosesnya bisa dilanjutkan,” ujarnya akhir pekan lalu.
Namun, perkembangan terbaru menunjukkan bahwa Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengklaim beberapa operator SPBU swasta akhirnya sepakat membeli base fuel dari Pertamina.
Bahlil menegaskan bahwa negosiasi jual beli BBM dasar dilakukan secara business to business (B2B) antara Pertamina dan badan usaha hilir migas swasta.
“Mereka sedang bekerja sama. Saya mendapat laporan bahwa beberapa sudah menandatangani perjanjian,” ujar Bahlil di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (20/10/2025) sore.
Namun, ketika ditanya lebih lanjut mengenai SPBU mana saja yang sudah menandatangani kesepakatan, Bahlil mengaku tidak mengetahui detail teknisnya.
“Saya tidak tahu detailnya karena itu ranah B2B,” ujarnya.
Sumber: bloombergtechnoz.com
Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital
DISCLAIMER
Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.