Rakyat RI Marah! Ketimpangan Ekonomi Jadi Pemicu Utama

Bisnis | Ekonomi - Diposting pada 06 September 2025 Waktu baca 5 menit

Gelombang aksi demonstrasi yang berlangsung di berbagai daerah Indonesia belakangan ini salah satunya dipicu oleh makin lebarnya jurang pemisah antara kelompok kaya dan miskin. Ketidakadilan ekonomi semakin terasa, terutama ketika dibandingkan dengan besarnya tunjangan yang diterima aparatur negara, sehingga memantik amarah sejumlah kalangan.

 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa gini ratio—sebagai ukuran ketimpangan pendapatan—mengalami kenaikan dari 0,379 pada Maret 2024 menjadi 0,381 pada September 2024. Angka ini menandakan bahwa pembagian pendapatan di Indonesia makin timpang.

 

“Kalau dilihat dari akar masalahnya, alasan mengapa masyarakat begitu reaktif atas kondisi sekarang adalah karena persoalan kesenjangan ekonomi,” jelas ekonom senior Tauhid Ahmad dalam program detikSore beberapa waktu lalu, dikutip Jumat (5/9/2025).

 

Salah satu bukti ketimpangan semakin melebar bisa dilihat dari data simpanan masyarakat yang dicatat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tercatat, tabungan masyarakat dengan nominal di bawah Rp 100 juta pertumbuhannya melambat, sementara mereka yang memiliki tabungan di atas Rp 5 miliar justru mengalami kenaikan cukup pesat.

 

“Tabungan di bawah Rp 100 juta trennya makin menurun, sedangkan yang di atas Rp 5 miliar semakin bertambah cepat. Pertanyaannya, adakah langkah jangka pendek untuk mengurangi ketimpangan itu atau tidak?” ungkap Tauhid.

 

Perlambatan Pertumbuhan Tabungan

Menurut data LPS, pertumbuhan tabungan masyarakat dengan saldo di bawah Rp 100 juta tercatat sebesar 26,3% pada periode Juli 2016–Juli 2019. Namun, pada periode Juli 2021–Juli 2024 hanya bertambah 11,9%.

 

Tabungan dengan saldo Rp 100 juta hingga Rp 200 juta pun menunjukkan perlambatan. Dari Juli 2016–Juli 2019, pertumbuhannya 29,4%, sementara di periode Juli 2021–Juli 2024 hanya naik 13,3%.

 

Berbanding terbalik, tabungan masyarakat dengan saldo lebih dari Rp 5 miliar tumbuh 29,7% pada 2016–2019, dan meningkat lebih tinggi lagi sebesar 33,9% dalam periode Juli 2021–Juli 2024.

 

Situasi kelas menengah di Indonesia juga semakin mengkhawatirkan. Banyak di antaranya turun kelas, sementara laporan Bank Dunia menunjukkan bahwa kelompok menengah semakin tertinggal baik dari kelas atas maupun kelas bawah. Data World Bank mencatat jumlah kelas menengah turun dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi hanya 47,85 juta orang pada 2024.

 

“Tidak ada kebijakan nyata yang menopang daya beli kelompok menengah. Isu perpajakan juga krusial, seperti royalti musik, pajak UMKM 0,5%, hingga PPN. Menurut saya, hal-hal itu seharusnya diusulkan untuk diubah agar bisa memperkuat daya beli kelas menengah,” papar Tauhid.

Sumber: detik.com

Bagaimana pendapat Anda tentang topik ini? Sampaikan pendapat Anda kepada kami. Jangan lupa follow akun Instagram, TikTok, Youtube Digivestasi agar Anda tetap update dengan informasi terkini seputar ekonomi, keuangan, teknologi digital dan investasi aset digital

 

DISCLAIMER

Seluruh informasi yang terkandung dalam situs kami rangkum dari sumber terpercaya dan dipublikasikan dengan niat baik dan bertujuan memberikan informasi umum semata. Tindakan apa pun yang dilakukan oleh para pembaca atas informasi dari situs ini adalah merupakan tanggung jawab mereka pribadi.